Sajadah Muslim

Membahas Tentang Seputar Ilmu Agama Islam

Al-Quran ‘Sop’ Kebangkitan Islam

Sajadah Muslim ~ 23 tahun dakwah Nabi Muhammad saw, dilaksanakan, Allah membimbing kaum muslimin sehingga meraih kemenangan karena  Al-Qur’an dijalankan.

Tak dipungkiri saat ini kaum muslimin tengah berada pada posisi terbelakang. Nyaris dalam segala aspek berada di bawah kungkungan musuh-musuh Islam. Mulai dari politik, ekonomi, budaya dan seterusnya.


Begitu sulit umat Islam untuk menentukan sikap keagamaan, rongrongan terus digalakkan. Jangankan di negara-negara yang notabene minoritas muslim, seperti di Eropa. Di negara mayoritas saja, seperti di Indonesia, nampak ruang geraknya sangat terbatas. 

Masih kita temui, ada saja sekelompok orang yang melarang pemeluk agama hanif ini menjalankan syariat secara kafah. Umpama, melarang menggunakan jilbab, mencegah melaksanakan shalat secara berjamaah dan sebagainya.

Bila ada yang menuntut penegakan syariat  secara konstitusional, langsung di labeli sebagai anti Pancasila, ke binekaan, bahkan teroris.    

Kondisi lebih memprihatinkan yang menimpa saudara seiman di Palestina, Suriah, Burma, Uighur dan sebagainya. Mereka diusir, bahkan dibunuh oleh musuh-musuh Islam, tanpa adanya pembelaan nyata dari negara-negara dan lembaga-lembaga Internasional khususnya yang kerap menyuarakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Pada intinya, apa yang terpapar di atas adalah cermin kekinian kaum muslimin. Ketidakberdayaan menghadapi hegemoni musuh menjadi realitas nyata yang tak terbantahkan.

Tuntunan Sejarah

Jas merah (jangan melupakan sejarah) demikianlah ungkapan Bapak Proklamator Indonesia, Ir Soekarno, untuk menggambarkan pentingnya peranan sejarah bagi masa depan suatu bangsa.

Islam sendiri memiliki perhatian tinggi terhadap sejarah. Terbukti, sepertiga dari isi Al-Qur’an memuat ‘tema’ ini. Di kisahkan orang-orang yang taat kepada Allah, seperti para Nabi dan Rasul, dan juga disampaikan kisah para penentang, misalnya Fir’an dan Qarun, semua untuk dijadikan pelajaran.

Pada masanya sejarah pernah mencatat Islam berjaya hingga ratusan abad lamanya. Luas kekuasaannya sampai menembus dataran Eropa dan Afrika, tapi jangan lupa, pra-masa kejayaan itu, kaum muslimin juga pernah dinaungi oleh intimidasi yang luar biasa besarnya khususnya pada awal terbitnya ‘mentari’ Islam di bumi Makkah.

Bukan main cobaan yang menimpa kaum muslimin saat itu. Harta dan nyawa menjadi taruhannya. Tidak sedikit yang terampas hak-hak kemanusiaannya oleh mereka yang merasa berkuasa. Hingga akhirnya mereka memilih keluar, terusir dari negeri mereka sendiri, menuju daerah lain demi menyelamatkan iman yang telah dikandung badan.

Lalu bagaimana proses kejayaan itu diperoleh? Melalui perantara tuntunan wahyu yang berupa Al-Qur’an lah, akhirnya kaum muslimin bisa keluar dari kenestapaan itu. Selama 23 tahun secara bertahap, Allah membimbing kaum muslimin untuk meraih kemenangan.

Karena berpijak pada tuntunan wahyu ini, sejak awal kedatangannya kaum muslimin telah menduduki posisi yang tinggi di mata lawan, meski secara status sosial, mereka saat itu tertindas.

Hanya fisik yang mengalami kepayahan, tapi jiwa mereka merdeka, mulia, karena kebanggaan dan keyakinan nan tinggi pada agama ini (Al-Qur’an).

Mengapa ? Karena yang dijadikan rujukan diplomasi umat Islam adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an mencegah kaum muslimin untuk membarter iman dengan dunia. Itu adalah perniagaan yang sangat murah di sisi Allah.

Dalam kasus ini, kita lihat skor kemenangan ada pada pihak kaum muslimin karena mereka tidak mau di dikte. Semakin tinggilah kedudukan umat Islam. Di lain pihak, tunduk malulah musuh karena ditolak mentah-mentah tawaran yang diberikan.

Demikianlah gaya hidup seorang muslim dan pemimpin dalam Islam Al-Qur’an (dan As-Sunnah) menjadi barometer setiap keputusan yang akan diambil, sehingga kemuliaan meliputinya. Hakekat Islam itu “ya’luu wa laa yu’laa alaihi” (Unggul dan tidak ada yang mengunggulinya).

Proses-proses inilah yang seharusnya menjadi kajian segenap kaum muslimin yang merindukan kebangkitan Islam. Tidak ada jalan pilihan lain, kecuali kembali pada al-Qur’an. Hanya jalan ini yang akan mampu mengembalikan Islam (kaum muslimin) pada posisi yang semestinya, unggul di atas peradaban lain. Atau bahasa karenanya SPO ( Standart Operating Procedure).

Sebagaimana kata Umar bin Khathab, “Kita adalah umat yang oleh Allah SWT dimuliakan dengan Islam, maka bagaimana pun jika kita mencari kemuliaan dengan yang lain, maka Allah akan memberi kehinaan pada kita.”  Wallahu A’lam.”

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

Pesona Peradaban Islam

Sajadah Muslim ~ Memperhatikan perkembangan dan dinamika Islam di tanah air, dan juga diberbagai  Negara terutama Amerika dan Eropa, secara spesifik yang  belakangan trending, Perancis. Islam tampaknya sedang memasuki fase baru kebangkitan. Hal itu dapat diperhatikan berbagai sisi. 


Pertama, gelombang masyarakat Eropa dan Amerika yang terus,” Berduyun-duyun” menjadi mualaf, bahkan di Perancis, Islam menjadi agama terbesar kedua negeri Napoleon Bonaparte itu.

Sebagai gelombang, tentu saja kondisi itu akan semakin besar, luas dan sangat mungkin “menggulung” peradaban materialis yang selama ini tegak berdiri di Amerika dan Eropa.

Sebab selama ini masyarakat dunia cenderung mengikuti arus informasi yang tidak berimbang, tendensius dan tidak berdasar terhadap Islam sebagai agama sekaligus peradaban.

Analisa Officer For National Statistic (ONS) menyebutkan bahwa jumlah umat Islam di Inggris pada tahun 2019 mencapai angka tiga juta jiwa. Bahkan dilansir The Sun, beberapa wilayah di London, hampir 50% penduduknya beragama Islam. Jika angka itu ditambah dengan umat Islam yang tinggal di Skotlandia dan Wales, maka total umat Islam berjumlah 3.363.210 jiwa.

Menyimak dinamika Islam yang terus berkembang di Eropa bukan tidak mungkin angka itu akan terus bertambah dan mengubah demografi negara-negara Eropa, termasuk Inggris dengan jumlah umat Islam yang kian memimpin. Terlebih di era digital, orang dengan sangat mudah mengakses informasi, kajian dan beragam hal tentang Islam secara lebih leluasa dan dinamis. 

Kedua,  Islam sebagai jalan hidup (way of life) semakin populis diberitakan dan dikonsumsi sebagai informasi yang paling hangat  menjadikan masyarakat Eropa  dan Amerika, yang notabene secara intelektual memiliki kecerdasan mumpuni dalam mencerna berbagai persoalan secara obyektif dan rasional.

Ketika masyarakat yang cerdas semakin penasaran  dan menggali Islam secara mendalam tanpa beban pretensi tertentu, sudah barang tentu ia akan melihat Islam sebagai solusi bagi kehidupan umat manusia.

Tidak heran jika kemudian, wanita seperti Silvia Constanza Romano, ketika membaca Al-Qur’an  dengan hati yang jernih, kala berada dalam “tahanan” kelompok Kenya justru tersentuh hidayah dan bersyahadat.

Kehadirannya kembali ke Italia disambut gegap gempita oleh beragam kalangan. Namun, siapa sangka, wanita yang ditunggu-tunggu itu telah menjadi seorang Muslimah dengan nama Silvia Aisha.

Ketiga,  di tingkat nasional, ulama sebagai pewaris Nabi sempat menjadi sorotan, ulasan dan kajian banyak pihak, terutama pemerintah dan penegak hukum.

Terlepas dari isu yang beredar, sorotan  terhadap ulama, secara tidak langsung, menjadikan umat Islam semakin sadar bahwa pewaris Nabi adalah lentera hidup yang umat harus mengikuti dan meneladani. Pada saat yang sama, umat lain juga mulia menyadari bahwa ulama adalah bagian penting dari umat Islam.

Keempat, Islam sebagai ajaran sangat menghormati posisi akal dan kecerdasan manusia pada posisi yang tinggi, Tidak ada ajaran dalam Islam yang tidak bisa dicerna, digali, dan dijabarkan sistem penjelasnya secara rasional bahkan supra rasional.

Oleh karena itu semakin seseorang mengoptimalkan akal pikirannya, semakin terang dan tenang hatinya. Karena sifat akal  dan hati cenderung sangat ingin mengetahui, mengakui dan hidup dalam kebenaran. Mengapa  orang yang sekian lama menjadi penggiat  ajaran agama tertentu, ketika semakin hari penasaran terhadap ajaran Islam, lantas ia berpikir, merenung dan terus mencari tahu pada akhirnya tercerahkan dan bersyahadat, seperti yang terjadi pada banyak mualaf dari kalangan intelektual dan saintis dari peradaban Barat. 

Sekedar menyebut nama ada Julius Germanus yang berubah nama menjadi Abdul Karim Germanus dan Abu Bakar Siraj, Ad-Din yang sebelumnya bernama Martin Lings.

Dari keempat fakta di atas menunjukkan bahwa Islam sedang menebar pesonanya yang indah. Islam akan dipandang penting, dibutuhkan dan penting diterapkan di dalam sistem Kehidupan dunia guna menjawab segala macam bentuk krisis dan konflik untuk kepentingan negara-neraga adidaya, Islam akan dipandang dan sangat mungkin dalam beberapa dekade ke depan diterima oleh sebagian besar penduduk  bumi dan menjadi peradaban baru yang akan menjadikan peradaban Islam benar-benar bangkit dan memesona  dengan begitu indahnya.

Namun, satu tantangan yang penting dijawab oleh segenap kaum Muslimin di tanah Air adalah bagaimana potensi umat yang begitu besar dapat betul-betul didayagunakan dalam upaya-upaya konkret untuk mewujudkan umat Islam sebagai umat yang terbaik, umat yang adil dan umat yang dapat menjadi saksi bagi segenap umat manusia.

Dan untuk itu, tidak ada pilihan lain. Kecuali dengan membina silaturrahim, mewujudkan sinergi, dan lebih jauh membangun shaf (barisan) yang rapat dan solid seperti bangunan yang kokoh, sehingga umat Islam pantas dan patut mendapat cinta dari Allah Ta’ala.

Tanpa kesadaran dan kesungguhan upaya untuk itu semua, di Indonesia umat Islam boleh jadi akan stagnan dan tidak dapat berperan strategis dalam upaya ikut menjawab beragam problematika keumatan, kebangsaan bahkan penduduk dunia.

Dalam hal ini, penting bagi kita untuk merenungkan apa yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Abduh, “Islam tertutup oleh umat Islam-Nya sendiri.”

Apa yang menjadi penutup pesona peradaban Islam itu tidak lain adalah mindset, perilaku, dan orientasi hidup umat Islam sendiri yang justru tidak mencerminkan nilai-nilai Islam secara menyeluruh, seperti mudah terpecah belah, suka berdebat membesar-besarkan dalam hal furu’iyah (cabang ) hingga saling tuduh, saling stigma dan tidak  pernah mau saling memahami dan memaklumi. 

Pada saat yang sama, umat juga terus melupakan perkara-perkara prinsip, akidah-akidah dan persatuan.

Akibatnya jelas, umat islam terus tertinggal, terbelakang dalam segala bidang, sehingga walaupun mayoritas secara kuantitas, eksistensi umat ini kehilangan kualitasnya, Nabi Muhammad menyebutnya laksana  buih di lautan, yang sudah barang tentu itu akan menjadikan umat Islam terus dalam keadaan inferior dan tertinggal di saat justru Eropa dan Amerika tercelahkan oleh pesona peradaban Islam.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

Trilogi Sukses Menurut Al-Qur’an

Sajadah Muslim ~ Keyakinan orang beriman, al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berisi panduan hidup manusia.

Permasalahan hidup apapun niscaya ada petunjuk-Nya dalam al-Qur’an. Sebagai mukjizat, ia melintasi ruang dan waktu dalam hidup manusia. Kebenarannya adalah mutlak dan berlaku abadi sejak pertama kali diturunkan di Gua Hira Makkah, hingga hari kiamat kelak.


Termasuk ketika bicara kesuksesan hidup manusia, al-Qur’an pasti menerangkan hal itu, mulai dari pengertian sukses, ciri-cirinya, hingga tantangan dan cara meraih impian manusia tersebut. Semuanya jelas termaktub dalam kitab suci umat Islam misalnya firman Allah. “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga) maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Al-Lail ayat 5-7)

Ayat di atas merumuskan kaidah baku seorang Muslim dalam meraih kesuksesan, kelapangan, atau kegemilangan hidup. Bahwa hidup itu bisa dikatakan sukses jika memenuhi setidaknya 3 (tiga) syarat yang dimaksud. Yaitu, gemar berbagi kepada sesama, memiliki iman dan takwa, dan meyakini adanya balasan surga di hari Akhirat.

Di tegaskan sekali lagi, kegemaran berbagi hendaknya dilandasi oleh iman yang menggerakkan. Kepeduliannya merupakan buah dari seruan iman yang menggema di setiap pikiran dan perilakunya sehari-hari. Ia adalah mindset yang terpatri dalam lubuk seorang Muslim. Suka berbagi adalah pokok dari kehidupan umat Islam. Berbagai berarti menolong dan meringankan beban sesama manusia. Mewujudkan rasa syukur kepada Allah, sekaligus menumbuh suburkan ukhuwah imaniyah di kalangan kaum Muslimin.

Sebaliknya, berbagi tidak boleh sekadar menuruti style atau trand sekejap saja. Ia juga bukan untuk pencitraan atau mengejar rating dan followers semata. Berbagi bukanlah pekerjaan musiman demi keuntungan profit materi, jika itu terjadi dijamin  satu saat orang itu pasti kecewa dan biasanya hal itu tidak akan bertahan lama. Sebab dorongannya sebatas materi dan urusan dunia. Semuanya bersifat sementara dan jiwa manusia cenderung tak akan pernah puas.

Penting dipahami, ajakkan berbagi tidak dibatasi oleh lingkup harta atau materi saja. Kontribusi tersebut juga bisa disalurkan melalui berbagi ilmu dan wawasan, berbagi waktu, berbagi tenaga, berbagi pengalaman dan sebagainya.

Ini diperlukan untuk saling memberi dan menerima, saling sinergi dan menyatukan potensi yang berserak. Disadari, umat Islam sebenarnya memiliki banyak kebaikan yang belum dioptimalkan. Akibatnya mereka belum mampu bersatu dan menyatukan kekuatan yang ada.  

Kedua, ketakwaan, bisa dikata, puncak dari seluruh amal ibadah yang dipersembahkan manusia adalah untuk meraih derajat takwa disisi Allah. Takwa menjadi penanda dari  apa yang kelak di dapatkan manusia dari semua perbuatannya. Baik buruknya amalan tergantung, kepada nilai takwa yang menyertainya. Ia merupakan pondasi utama seluruh persoalan manusia ibarat kunci, takwa bisa menyingkap  tabir yang selama ini menyelimuti hidup manusia. Ia sebagai jaminan solusi dan syarat turunnya pertolongan Allah.

Dikatakan, ajaran Islam ialah mencakup dua hal utama, kemurnian dalam beribadah (ikhlas) dan kebaikan terhadap sesama manusia (insan). Tak heran di sejumlah ayat, dua perintah ini senantiasa bergandengan dalam al-Qur’an. 

Antara keimanan dan amal shaleh keduanya menjadi senyawa yang tak terpisahkan. Ada hubungan yang saling terkait, bahwa amalan dan gemar berbagi kebaikan merupakan buah dari keimanan. Sebagaimana cara merawat keimanan dengan istiqomah  melaksanakan ketaatan  demi kebaikan itu sendiri.

Terakhir, syarat meraih sukses hidup adalah keyakinan kepada adanya surga dan neraka. Inilah paradigma hebat orang beriman, ia tidak mampu dijangkau kecuali dengan meyakini adanya  Yaumul Hisab (hari Pembalasan) di Akhirat kelak.

Sehingga sepintar dan sehebat apapun orang tersebut, tetap saja tidak bisa menandingi kecerdasan dan kesuksesan hidup seorang  Muslim.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup

Kenapa Masih Sulit Berbagi ?

Sajadah Muslim ~ Setiap kita harus mengakui, terkadang masih timbul perasaan sulit berbagi kepada orang lain. Mengapa demikian? Ada ragam alasan bisa diberikan, salah satunya termaktub dalam firman Allah.


“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjadikan untukmu ampunan dari pada-Nya dan karunia. Dan Allah  Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] -268).

Ayat  diatas gamblang  menjelaskan, ada dua bisikan yang kerap melatari keinginan untuk berbagi kebaikan kepada sesama dan sejatinya  kegemaran berbagi ini bukan sekedar kebiasaan sesaat atau motivasi kemanusian saja. Namun lebih dari itu ada pertarungan iman yang senantiasa berseteru dengan propaganda setan.

Pertama, seruan wahyu, diyakini bahwa dibalik bantuan sedekah harta atau lainnya, maka di sana ada sehampar ampunan dari  Allah dan sebentang karunia-Nya yang tak bertepi. Allah tidak pernah lalai atau lupa. Dia pasti dibalas dengan kebaikan yang sama. Bahkan bisa berlipat ganda hingga puluhan atau ratusan kali lipat dari sebelumnya, Allah adalah ar-Razzaq, Maha Pemberi Rezeki.

Kedua, bisikan setan, sifat kikir, bakhil, ego, hingga merasa lebih baik dan individualis adalah bisikan setan. Sifat-sifat itu menjadi sarang empuk berkumpulnya virus-virus yang kerap mengotori hati manusia. Semuanya adalah musuh bubuyutan iman. Semakin sifat tercela itu dipelihara makin lemah pula imunitas iman yang dipunyai.

Disadari atau tidak, apa yang dibisikan itu oleh setan biasanya langsung menyentuh akal dan konek dengan pikiran pragmatis manusia. Yakni kekhawatiran tentang jatuh miskin dan dorongan untuk melanjutkan kembali kemaksiatan yang diperbuat.

Kalau saya bersedekah , bukankah harta itu jadi berkurang? Kalau saya membantu, tidakkah saya hanya dirugikan saja? Kalau saya memberi, lalu apa yang saya dapat nanti?

Demikian, acapkali orang itu ingin mengulur tangannya untuk berkontribusi, seketika bisikan itu datang bertalu-talu. Menghembuskan keraguan, meredupkan semangat hingga melenyapkan nyali sebagai seorang pejuang agama yang siap berkorban. Mirisnya, tidak sedikit manusia yang terperdaya, apalagi  ditambah dengan  gemerlap kehidupan materialistik dan gaya hidup hedonis sekarang ini yang seolah semakin  mengaminkan kekhawatiran tersebut.

Inilah tantangan berat seorang Muslim. Di hadapannya tersisa dua pilihan saja, kemanakah gerangan hatinya condong selama ini? Adakah ia berpihak dan memenangkan keimanan pada dirinya, ataukah justru dirinya terhempas bersama godaan-godaan nafsu yang menggorogoti jiwanya?

Berkata Imam Hasan al-Bushri Rahimatullah, aku telah membaca sembilan puluh lebih ayat al-Qur’an yang telah menerangkan tentang Allah Yang  Maha  Pengatur Rezeki dan telah menjamin rezeki tersebut untuk setiap makhluk-Nya. Sebagaimana aku juga mendapati satu ayat saja tentang godaan setan yang menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan dan kefakiran.

Tapi sungguh, aku tak mengerti, kata Hasan al-Bashri mengapa masih saja jiwa ini kecut dan takut terhadap kehidupan ini. Padahal Allah pasti menepati janji-Nya dan setan itu pasti berdusta.

Ayat di atas menunjukkan potensi keraguan manusia. Selalu ada persimpangan untuk sebuah pilihan. Apalagi pada hal baik yang memang layak diperjuangkan. Ia bukan saja sebagai ciri pemenang yang melejitkan keimanan pribadi. Tetapi juga bisa berdampak pada keshalehan sosial dan nilai-nilai positif di tengah masyarakat.

Namun berlama-lama dalam keraguan tentu bukan sikap Muslim produktif. Untuk itu Allah menutup ayat di atas dengan firman-Nya. “Dan Allah Maha mengetahui,” Bahwa apapun keadaannya selalu iman yang jadi pemenang dalam hidup.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup


Paradikma Berbagi

Sajadah Muslim ~ Nabi Muhammad bersabda, “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi)

Sekarang siapa yang dalam hidupnya bersih dari dosa? Hendak berangkat ke kantor, di jalanan  tidak sedikit aurat terbuka yang terkadang diri tak bisa berpaling dari melihatnya. Di handphone, sering juga muncul hal yang sama.


Saat bercanda, saat ngobrol, kadang tak sadar ada orang yang kita lecehkan, rendahkan, dan lain sebagainya.

Belum lagi soal lambat dalam kebaikan, shalat yang belum disiplin, hingga Al-qur’an yang jauh dari mata, tangan, dan hati. Keinginan hati yang selalu pada ketarikan yang begitu kuat terhadap materi, sehingga hati tak terasa hilang kepekaan. Ada musibah, tak peduli, ada yang kelaparan tak terpikirkan, ada yang tidak sekolah, suruh siapa miskin dan seterusnya.

Diri lupa bahwa sebagai manusia peduli itu adalah bukti iman masih hadir, nurani masih hidup.

Dan untuk menghapus itu semua, Allah berikan jalan melalui sedekah. Sedekah itu akan memberikan perbaikan dalam diri, sebagaimana air memadamkan api yang terus membakar eksistensi dan iman dalam diri.

Menariknya sedekah tak mesti harta, Rasulullah bersabda, “Kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan itu adalah sedekah bagimu.” (HR Bukhari)

Jadi, mari kita kembali pada tata paradigma hidup ini, jangan sampai iman dalam dada tidak terekspresikan dalam kehidupan nyata, jangan sampai ibadah  yang dijalankan tidak meneguhkan iman dalam bentuk berbagi dalam ragam bentuk kepedulian.

Bukankah Allah, menjamin sedekah tidak akan menjadikan seseorang miskin?

Harta tidak akan berkurang dengan sedekah, dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya. (HR Muslim). 

Semoga Allah jadikan kita semua sebagai pribadi dan keluarga yang berparadigma berbagi, sehingga ringan infak, sedekah di jalan-Nya. Amin

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup


Ratusan Serangan Menyapa Muslim Jerman

Sajadah Muslim ~ Sekitar 208 serangan atas muslim di Jerman dilaporkan terjadi pada kuartal pertama tahun2017 saja. Serangan itu antara lain berupa serangan atas Muslimah yang mengenakan hijab, properti milik Muslim, surat ancaman serta serangan lewat media online.


Kepolisian dan lembaga pelindung konstitusi Jerman melaporkan bahwa 208 serangan anti Islam terjadi pada kurun tiga bulan pertama tahun 2017, lapor Neue Osnabrucker Zeitung awal bulan juni lalu.

Muslim diserang secara verbal maupun fisik karena agama yang mereka anut. Properti-properti milik warga Muslim juga dirusak oleh pelaku yang kebanyakan dari kelompok ekstrimis sayap kanan.

Menurut pihak berwenang data itu merupakan hasil analisa yang baru pertama kali ini dilakukan atas serangan-serangan yang menimpa Muslim di Jerman. Sebelum ini, otoritas di Jerman tidak pernah menganalisanya, sehingga tidak ada data yang bisa dijadikan komparasi.

Meskipun demikian menurut pemerintah, serangan atas masjid dan institusi Islam lainnya menurun dibanding periode  sama tahun lain.

Terjadi 15 serangan atas institusi Islam pada kuartal pertama tahun 2017, bandingkan dengan 27 serangan pada periode yang sama tahun 2016. Pada tiga bulan pertama tahun2015, juga terjadi 15 serangan atas lembaga-lembaga ke-Islaman.

Penurunan tampak pada jumlah aksi unjuk rasa anti-Islam, Kuartal pertama tahun 2017  tercatat 32 demonstrasi anti-Islam digelar di Jerman, jauh lebih rendah dibanding kuartal pertama tahun 2016 yang mencapai 80 serangan. Perlu dicatat, angka unjuk rasa rutin setiap pekan  yang digelar oleh Patriotische Eurppder gegen die Abendlandes (pegida) organisasi orang Eropa patriotik melawan islamisasi negara-negara Barat. Setiap hari Senin malam sejak tanggal 24 Oktober 2014, Pegida menggelar demostrasi anti-Islam di Saxony. 

Kelompok ini kemudian menyebar ke daerah lain di Jerman dan membuka cabang di berbagai negara Barat.

Menurut pakar dari Partai Kiri Jerman, Ulla Jelpke data tersebut menggambarkan fenomena gunug es, yang mana jumlah resmi serangan  terhadap Muslim yang tercatat oleh aparat jauh lebih kecil dibanding jumlah kasus sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Baca juga :

Ilmuwan dari Universitas Leipzig bernama Oliver Decker dan Elmar Brahler pada 15 Juni 2016, mempresentasikan hasil penelitiannya di Berlin. Survei dua tahunan terbaru yang mereka paparkan itu menunjukkan adanya kenaikan signifikan keresahan orang Jerman terhadap Islam.

Lebih dari 40 persen public berpendapat Muslim harus dilarang bermigrasi ke Jerman. Sekitar setengah dari jumlah responden mengaku terkadang merasa seperti orang asing di negerinya sendiri, karena bertambahnya jumlah pendatang asing di Jerman.

Sebagaimana diketahui, tahun belakangan Jerman kebanjiran migran dan pengungsi dari Asia, Timur Tengah dan Afrika, menyusul konflik berdarah yang terjadi di banyak negara Muslim.

Hasil studi lain yang dilakukan oleh firma Allensbach, yang dirilis pada waktu yang sama dengan penelitian di atas, menunjukkan bahwa warga Jerman skeptis terhadap Islam. Hanya sekitar 13% responden  yang menyetujui pernyataan Islam bagian dari Jerman.

Hasil survei yang dimuat koran terkemuka Frankfurter Allegemeine Zeitung itu menunjukkan bahwa kebanyakan orang Jerman yakin intgrasi pendatang asing ke masyarakat hanya bisa terjadi jika budaya asli Jerman  tetap dominan.

Umumnya kebencian terhadap orang asing diasosiasikan dengan penduduk dikawasan Timur Jerman. Namun, peneliti Universitas Leipzig mendapati perbedaan ketidaksukaan terhadap orang asing antara penduduk Jerman bagian Timur dan Barat kecil saja. Hampir 23% di timur versus 20% di barat.

Perbedaan mencolok justru pada kelompok umur, yang mana penduduk Jerman dibagian timur benci terhadap orang asing kebanyakan berusia di bawah 30 tahun.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup


Benteng-Benteng Peninggalan Islam

Sajadah Muslim ~ Salah satu strategi militer yang dipakai oleh kekhalifahan Islam untuk mempertahankan wilayahnya yaitu membangun benteng. Bahkan di kota-kota Islam yang besar, benteng dibangun tidak hanya satu, namun terdiri dari beberapa laps seperti di Kota Hisn, Quhandiz dan Qal’a.


Kemegahan benteng-benteng peninggalan peradaban Islam di abad pertengahan itu ada yang masih berdiri kokoh, ada pula yang telah musnah berikut ini beberapa di antaranya.

Benteng Salahudin

Di Barat, benteng ini dikenal dengan nama The Citadel of Saladin dibangun oleh panglima perang Muslim terkemuka yang bernama Shalahudin Al-Ayubi dari Dinasti Ayubiyah pada tahun 1170 M, di bangun diatas bukit Muqatam yang terletak di antara kota Kairo dan Fustat Mesir.

Karena letaknya di atas bukit, setiap orang yang datang ke sana bisa menikmati keindahan pemandangan seluruh penjuru kota Kairo. Bahkan Piramida dan Giza peninggalan raja-raja Mesir pun bisa terlihat dari Benteng Shalahudin.

Shalahudin membangun Citadel sebagai tempat latihan militer serta melindungi Mesir dari serangan Pasukan Salib, yang berusaha untuk menguasai kembali Yerussalem.

Benteng ini sempat dilupakan dan tidak terurus hingga pada masa kekuasaan Dinasti Mamluk, Namun pada abad ke-14 M, benteng ini mulai diperhatikan dan dirawat. 

Bahkan Sultan El-Nasser Mohamed mulai membangun sejumlah bangunan lain di sekitar benteng tersebut, seperti masjid. Saat ini, Citadel juga menjadi tempat latihan militer Mesir.

Benteng Al-Ukhaider

Terletak di padang pasir yang berjarak 48 km dari kota Karbala dan 150 km diselatan kota Baghdad, Iraq. Benteng ini masih nampak kuat, tembok luarnya masih lengkap dan terawat dengan baik.

Benteng tersebut dibangun oleh salah seorang pemimpin dari Dinasti Abbasiyah yang pernah berkuasa di Iraq, yakni Isa ibn Musa pada tahun 774 hingga 775 Masehi, di dalamnya juga di bangun masjid dan tempat tinggal semacam apartemen. Arsitekturnya sangat indah

Pada saat perang Teluk yang terjadi antara Iraq dan Kuwait pada tahun 1991, benteng tersebut pernah diserang oleh dua pesawat terbang. Namun kondisinya tetap berdiri dengan kokoh tanpa ada kerusakan yang cukup berarti. Hal ini bukti kemampuan teknik bangunan yang tinggi dari arsiteknya.

Dulu, benteng ini juga telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang datang atau pergi ke Iraq, selain untuk singgah, juga berfungsi untuk melindungi wilayah-wilayah disekitarnya dari serangan-serangan orang asing.

Benteng Alamut

Di bangun pada tahun 840 M, di atas gunung  Alborz pada ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut, terletak di selatan Laut Kaspia dekat Provinsi Qazyin, dari kota Teheran, Iran sekitar 100 km.

Benteng Alamut merupakan bahasa Persia yang artinya sarang burung Rajawali. Kemungkinan nama tersebut diberikan untuk menggambarkan betapa kokohnya benteng tersebut.

Benteng ini memang didirikan di atas gunung untuk menyulitkan para penyerang yang akan menghancurkannya.

Untuk memasuki benteng tersebut, para penyerang harus melewati lereng-lereng yang terjal dan licin yang sangat berbahaya. Benteng yang panjangnya 400 meter tersebut juga memiliki sistem suplai air yang berbeda dari benteng-benteng lainnya. Sebenarnya benteng ini memang didirikan untuk menahan serangan dari bangsa Seljuk.

Pada tahun 1090 M, Hassan-i Sabbah, seorang komandan dari Persia yang berhasil menguasai benteng Alamut, membangun sejumlah taman dan perpustakaan di dalamnya. Namun pada bulan Desember tahun 1256 M, pasukan Mongol di bawah kepemimpinan Hulagu Khan datang dan berusaha untuk menghancurkannya benteng tersebut, tetapi tidak berhasil.

Benteng Alamut rusak parah akibat terjadinya gempa bumi di Iran pada tahun 2004. Dinding-dindingnya runtuh, untuk memperbaikinya membutuhkan waktu panjang sekitar 10 tahun.

Benteng Allepo

Benteng Allepo terletak di Suriah, di jantung kota historis Allepo, benteng ini dibangun oleh Sultan Hamdanid, penguasa Allepo pertama, sebagai pusat kekuatan militer. Ia merupakan sebuah bangunan yang mengelilingi sebuah istana di kota tua Allepo.

Benteng termegah dan terluas ini pernah diduduki oleh beberapa penguasa, seperti dari Yunani, Bizantium. Ayyubiyah dan Mamluk. Mayoritas bangunan yang bertahan hingga hari ini diperkirakan berasal dari periode Ayyubiyah.

Baca juga :

Bentuk benteng ini elips, panjang sekitar 450 meter dan lebar 325 meter dengan ketinggian 50 meter dari kaki bukit gunung.

Benteng tersebut juga dikelilingi oleh parit yang dialiri air untuk melindungi benteng dari penyelundup. Parit benteng itu memiliki kedalaman 22 meter dan lebar 30 meter.

Benteng Ajyad

Benteng tersebut dibangun oleh kekhalifahan Turki Utsmani di kota Makkah pada tahun 1775 M. Ini dimaksudkan untuk melindungi Ka’bah dan kota Makkah dari serangan para pendatang.

Benteng tersebut meliputi 23.000 meter persegi yang terletak di pegunungan Bulbul. Pada tahun 2002, benteng tersebut dimusnahkan untuk sebuah proyek pembangunan Abraj Al-Bait Towers yang terdiri dari apartemen, hotel berbintang lima, maupun pusat perbelanjaan.

Pemusnahan ajyad itu diprotes oleh pemerintah Turki. Namun pemerintah Saudi tetap memperbolehkan kelanjutan proyek ini. Selain itu, meskipun memiliki nilai historis tetapi benteng tersebut tidak termasuk bangunan bersejarah yang dilindungi oleh UNESCO.

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup


Hidup Semakin Tak Berkah

Sajadah Muslim ~ Sesungguhnya berlaku curang adalah maksiat yang terkait dengan hak Allah Ta’ala dan sesama manusia.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu bahwa Rasulullah Saw, pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah. Maka beliau pun bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Dia menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar manusia dapat melihatnya? Barangsiapa yang menipu maka dia bukan dari golonganku.” (Riwayat Muslim no. 102).


Meski konteks Hadits di atas adalah jual-beli namun cakupan hukumnya bersifat umum. Maksudnya, menipu dan berlaku curang yang diancam tidak terbatas dalam jual-beli. Semua bentuk tipu menipu masuk di dalamnya. Hal ini sebagaimana dalam kaidah ushul fiqih al-ibratu Hiumumillafdz la bikhususi sabab (pelajaran diambil dari keumuman lafadz, bukan pada kekhususan sebab)

Karenanya praktik curang tidak saja terjadi pada jual-beli. Pratik curang bisa dijumpai dalam politik, ekonomi, pendidikan dan lainnya.

Di sekitar kita cukup banyak perilaku yang menggerus keberkahan hidup kita. Kealpaan kita dalam menegakkan sunnah-sunnah Rasulullah saw, adalah salah satu di antaranya. Jika penggerus keberkahan ini berkumpul  mengepung kehidupan kita, maka hidup ini tak ubahnya sebagai mukadimah sebelum mencicipi ancaman Allah.

Baca juga :

Setan memang makhluk yang lihai dan juga licik. Terkadang kita diajak fokus pada tujuan, tetapi dilalaikan dalam hal proses untuk mencapai tujuan. Sehingga tak jarang bermodalkan tujuan yang baik tetapi proses menuju kepada kebaikan tak lagi dirisaukan.  Inilah kaidah orang zionis, yang mengatakan tujuan menghalalkan segala cara.

Hasrat menghalalkan segala cara kadang menyelinap dalam pikiran tanpa disadari, saat kita terdesak dengan sesuatu yang sangat kita butuhkan pikiran kita langsung bekerja mencari jalan pintas dan praktis meski melabrak ketentuan Al-Qur’an dan sunnah.

Boleh jadi kita mendapatkan banyak hal dari kecurangan yang kita lakukan. Uang banyak kita miliki, jabatan prestisius bisa kita duduki atau nilai ujian yang tinggi. Namun kita tanpa sadar telah berbohong dan menipu banyak orang. Orang yang kita bohongi adalah termasuk orang yang kita zalimi.

Lantas apa arti semua yang kita capai jika tidak diperoleh dengan cara yang tidak halal? Jelas tidak ada artinya karena telah kehilangan keberkahan.

Dalam satu Hadits Rasulullah Saw pernah mengingatkan pentingnya jujur dan bahaya melakukan kecurangan. “Jika ia jujur dan transparan dalam jual  belinya, maka akan diberkahi, sebaliknya jika ia dusta dan menyembunyikan maka keberkahannya akan dimusnahkan oleh Allah.” (Muttafaqun Allah).

Curang Membuat Bangkrut

Jika para salafussalih sangat takut dan berusaha untuk menjauhi jabatan, zaman sekarang sebaliknya, orang berebut untuk menjadi pejabat. Yang lebih menyedihkan lagi karena di ajang rebutan ini sering disertai dengan pratek curang.

Celakanya lagi, hasrat berbuat curang itu kadang sulit direda. Bahkan ketika jabatan sudah di raih, keinginan berbuat curang justru semakin menjadi-jadi. Tepat sekali jika kemudian Rasulullah Saw mengeluarkan ancaman secara khusus kepada pejabat yang berlaku curang. 

“Tidaklah seorang hamba di antara kalian diberikan tanggung jawab mengurusi umat, lalu kemudian ia mencurangi rakyatnya kecuali Allah akan mengharamkan baginya surga.” (Muttafaqun Allah).

Berlaku curang adalah maksiat yang terkait dengan hak Allah Ta’ala dan sesama manusia. Ketika suatu maksiat terkait dengan hak sesama, maka proses bertobatnya tidaklah mudah. Sebab pelakunya mesti mendapat maaf dari orang yang dicuranginya. Jika tidak, maka perbuatan zalimnya akan ditebus dengan pahala kebaikannya. Jika pahalanya telah habis, maka ia harus rela memikul dosa orang di zaliminya.

Inilah yang sangat ditakutkan oleh salafussalih, sehingga mereka berusaha berlari sekuat mungkin dari segala hal yang bisa menjerumuskannya, bagaimana dengan kita?

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup


Pentingnya Mencari Ilmu

Sajadah Muslim ~ Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim. Namun, sebelum melakukannya, seseorang perlu mengetahui adab-adabnya, sehingga ilmu yang diperoleh berkah dan mendapatkan ridha dari Allah Swt, berikut ada beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh para penuntut ilmu.


Iklas

Sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya (Riwayat Bkhari).

Imam Nawawi menyatakan, para ulama memiliki kebiasaan menulis hadits  ini diawal pembahasan, guna mengingatkan para pencari ilmuan agar meluruskan niat mereka sebelum menelaah kitab.

Mengutamakan Ilmu Wajib

Hendaknya penuntut ilmu mengutamakan ilmu yang hukumnya fardhu ain untuk dipelajari terlebih dahulu, misal masalah akidah, halal-haram, lalu kewajiban yang dibebankan kepada muslim, maupun larangannya.

Setelah mempelajari ilmu yang hukumnya fadhu ain, boleh mempelajari ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti menghafal Al-Qur’an dan hadits nahwu, ushul fikih dan lainnya. Selanjutnya ilmu-ilmu yang bersifat sunnah, seperti penguasaan salah satu cabang ilmu secara mendalam. 

Meninggalkan Ilmu Tak Bermanfaat

Tidak semua ilmu boleh dipelajari karena ada ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat atau bahkan ilmu yang bisa menjerumuskan orang yang mempelajarinya kepada keburukan. Karena itu dilarang bagi seorang Muslim mempelajari sihir, karena bisa menjadi jalan menuju kekufuran.

Baca juga :

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan  sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. (QS. Al-Baqarah ayat 102).

Menghormati Ulama

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menyakiti waliku, maka aku telah mengumandangkan perang kepadanya.” (Riwayat Bukhari)

Imam As Syafi’i dan Abu Hanifah, menafsirkan yang dimaksud wali dalam hadits itu adalah para ulama. Sehingga jangan sampai seorang penuntut ilmu melecehkan mereka, karena perbuatan itu mengandung murka dari Allah Swt.

Tidak Malu

Sifat malu dan gensi bisa menjadi penghalang seseorang untuk memperoleh ilmu. Karena itu, para ulama menasehati agar kedua sifat itu ditanggalkan hingga pengetahuan  yang bermanfaat bisa di dapat.

Memanfaatkan Waktu Dengan Baik

Hendaknya pencari ilmu tidak menyia-nyia waktu, hingga terlewatkan kesempatan belajar. Ulama besar seperti Imam Bukhari, bisa dijadikan contoh dalam hali ini. Diriwayatkan bahwa beliau menyalakan lentera  lebih dari 20 kali dalam semalam, untuk menyalin hadits yang telah beliau peroleh. Artinya beliau amat menghargai waktu, malam hari pun tidak beliau lewatkan kecuali untuk menimba ilmu.

Bermujahadah

Para ulama terdahulu tidaklah bersantai-santai dalam mencari ilmu. Sebab itulah, saat ini kita bisa memanfaatkan karya-karya mereka yang amat berbobot. Tentu kalau kita  menginginkan memiliki ilmu sebagaimana ilmu yang mereka miliki, maka kita juga harus bersungguh-sungguh seperti, kesungguhan yang telah mereka lakukan.

Ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad, saat beliau terlihat tidak kenal lelah dalam mencari ilmu. “Apakah engkau tidak beristirahat.” Beliau hanya mengatakan “Istirahat nanti hanya di Surga.”.

Bermujahadah

Bagi para pencari ilmu nasehat Imam Al Waqi kepada Imam As Syafi’i mengenai sulitnya menghafal, amatlah berharga. Imam Waqi menjelaskan bahwa ilmu adalah cahaya dari Allah Swt, sehingga tidak akan pernah bersatu dengan jiwa yang suka bermaksiat.

Memanfaatkan Waktu Dengan Baik 

Karena ilmu dipelajari untuk diamalkan, maka pencari ilmu hendaknya bersegera mengamalkan apa yang telah ia ketahui dan pahami, jika itu berkenaan dengan amalan-amalan yang bisa segera dikerjakan. Ali bin Abi Thalib RA mengatakan. “Wahai pembawa ilmu beramallah dengan ilmu itu, barang siapa yang sesuai antara ilmu dan amalannya maka mereka akan selalu lurus.” (Riwayat Ad Darimai).

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup


Sebutan Tanah Haram

Sajadah Muslim ~ Di dunia ini terdapat dua daerah yang mendapat sebutan khusus berupa tanah Haram, yaitu Kota Makkah dan Madinah. Makkah adalah tempat kelahiran Nabi Muhammad Saw, sedangkan Kota Madinah tempat wafatnya Nabi Muhammad Saw.


Khusus untuk penjabaran Tanah Haram Mekkah ia memiliki banyak nama dan julukan dalam ayat Al-Qur’an, sedangkan dalam leteratur bahasa Arab, ketika ada sesuatu yang memiliki ragam nama dalam penyebutan, hal itu menunjukkan keistimewaan dan kemuliaan sesuatu tersebut. Berikut ini beberapa nama lain dari tanah yang di haramkan sekaligus disucikan langsung oleh Allah Ta’ala.

Bakkah

Firman Allah, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran ayat 96).

Imam Mujahid menjelaskan, “Bakkah nama lain Kota Makkah”. Ada beberapa riwayat yang menerangkan penamaan tersebut. Salah satunya apa yang disebut oleh Ad-Dhahhak, ia menambahkan; Bakkah berasal dari turunan kata Al-Bakku, yaitu sesak atau ramai. Ia disebut demikian karena tumpah ruahnya umat Islam ke tanah ini ketika mereka datang beribadah dan thawaf untuk mengelilingi Ka’bah.

Ummul Qura

Allah berfirman. “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al-Qur’an dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) Ibnu Katsirt menjelaskanm, Makkah itu disebut Ummul Qura, sebab ia adalah kota yang paling mulia di seluruh dunia dan paling dicintai oleh Nabi.

Suatu hari di tengah pasar Kota Makkah, Nabi bersabda, “Demi  Allah, engkau (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, tanah yang paling dicintai oleh Allah. Sekiranya bukan karena saya diusir, saya tidak akan pernah meninggalkan kota ini.”

Baca juga :

Al-Balad Al-Amin

Firman Allah, “dan demi kota (Makkah) ini yang aman.” ( QS. At-Tin ayat 3). Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas berkata, Al-Balad, Al-Amin adalah kota Makkah, secara tersurat Allah bersumpah untuk menjamin kota Makkah sebagai kota aman. Tentunya selain menunjukkan kemuliaan kota Makkah, hal ini sekaligus garansi langsung dari Allah atas keamanannya.

Sahabat Abdullah bin Abbas menceritakan, suatu hari Nabi bersabda ketika penaklukan Makkah. “Sesungguhnya negeri ini telah diharamkan oleh Allah sejak hari penciptaan langit dan bumi. Ia adalah Tanah Haram dengan kehormatan Allah hingga hari Kiamat. Tidak boleh memotong sepotong duri (pohon) tidak boleh memburu binatang, tidak boleh mengambil (luqathah) barang temuan kecuali ia hendak mengumumkannya dan tidak boleh dicabut rerumputannya.” 

Al-Baldah

Allah berfirman “Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Makkah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya lah  segala sesuatu dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. An-Naml ayat 91).

Al-Baldah adalah nama lain dari kota Makkah. Dalam ayat ini Nabi menyatakan jika Makkah adalah daerah yang telah disucikan langsung oleh Allah. Hal ini juga sebagai bentuk pengabulan doa Nabi Ibrahim yang secara khusus mendoakan kota ini. Nabi Ibrahim berdoa. “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari pada menyembah berhala-berhala.” (Qs. Ibrahim ayat 35).

Alhasil dengan doa dari Nabi Ibrahim Sang Khalilullah (kekasih Allah). Kota Makkah menjadi aman dan suci, untuk menjaga kesucian tersebut tidak boleh ada pertumpahan darah dan saling mengzalimi. Juga berlaku pula aturan tidak boleh seorang  pun memasuki Kota Makkah kecuali ia seorang muslim.

Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana QS. At-Taubah ayat 28).

Sumber: Majalah Mulia, Berbagi Kemuliaan Hidup


Back To Top